Sejak 2018 Beroperasi Tanpa Pertek, Pabrik Briket Kemiri Sewu Terancam Sanksi Pidana Lingkungan

  • Whatsapp

Pasuruan // Ankasapost.Id, Ramai dalam  diberitakan soal asap hitam yang diduga menyebabkan gangguan pernapasan hingga jatuhnya korban sempat dibawa ke rumah sakit, akibat tidak savety dari pihak perusahaan pabrik briket di Desa Kemiri Sewu, Kecamatan Pandaan.

 

Bacaan Lainnya

Dalam wawancara langsung bersama tim Media Ankasapost.id, perwakilan perusahaan bernama Pak Ansor memberikan klarifikasi terkait sejumlah pertanyaan, termasuk soal asap, limbah, dan kelengkapan perizinan.

 

“Soal asap hitam itu tidak terjadi setiap hari, mas. Hanya saat ada kelalaian dari pekerja saja,” jelasnya “Dan untuk emisi udara, kita sudah memenuhi standar mutu berdasarkan hasil uji laboratorium,” imbuhnya.

 

Saat ditanya soal limbah, Pak Ansor menyebut bahwa hampir seluruh bahan baku berasal dari produk gagal yang didaur ulang, sehingga limbah minim.

 

“Limbah cair juga tidak ada masalah. IPAL kami sudah ada dan berjalan,” tegasnya.

 

Sedangkan untuk perizinan, perusahaan mengklaim seluruhnya sudah lengkap.

 

“Sudah clear dengan DLH kabupaten, tinggal Pertek saja. Karena ini perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing), pengurusan perteknya harus ke kementerian dan prosesnya lama,” ujarnya.

 

Ditanya soal sejarah berdirinya, ia menyebut bahwa perusahaan ini mulai beroperasi sejak tahun 2018, meski sempat terhenti saat pandemi Covid-19.

 

Sementara itu aktivis lingkungan, Arifi Harisma ,SE, menanggapi pernyataan tersebut dengan nada kritis. Menurutnya, izin lingkungan tidak bisa diklaim lengkap apabila PERTEK belum dimiliki.

 

“Klaim bahwa perizinan sudah lengkap tapi Pertek belum ada itu namanya mau membodohi masyarakat. Pertek adalah komponen wajib dari Persetujuan Lingkungan. Tanpa itu, seluruh operasional sebenarnya cacat hukum, ,” tegas Arifi Harisma kepada Awak media.

 

Ia juga menyoroti bahwa mengeluarkan emisi yang berpotensi berdampak pada kesehatan masyarakat tanpa izin teknis yang sah bisa dikategorikan sebagai tindak pidana lingkungan.

 

“Kalau benar ada warga sampai sakit pernapasan, lalu diketahui cerobongnya mengeluarkan asap hitam tanpa dokumen pertek, maka ini bukan lagi soal administratif, tapi pidana,” tandasnya.

 

Arifi Harisma SE, merujuk pada beberapa aturan yang berpotensi dilanggar, yaitu pada Pasal 191 PP No. 22 Tahun 2021, Permen LHK No. 5 Tahun 2021 yang menegaskan bahwa persetujuan teknik adalah syarat utama dalam penerbitan Persetujuan Lingkungan dan Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

 

,”Setiap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa izin lingkungan dipidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar. Jadi kalau Pertek belum keluar, izinnya belum legal. Apalagi kalau benar masyarakat dirugikan, aparat penegak hukum wajib turun tangan,” pungkasnya

 

Pabrik briket ini sebelumnya telah diberitakan 2 media yaitu media Ankasapost.id dan media matapersindonesia.com, terkait keluhan masyarakat soal gangguan pernapasan yang ditengarai berasal dari aktivitas produksi.

 

Tim Media Ankasapost.id Indonesia akan terus memantau perkembangan dan menelusuri tanggapan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan serta pihak-pihak berwenang lainnya. (Tim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *