Pasuruan//Ankasapost.Id — Aroma penyimpangan di tubuh Pemerintah Desa Keboncandi, Kecamatan Gondang Wetan, kembali mencuat. Kali ini menyeret nama Azmi, seorang pegawai P3K yang berdinas di Kantor BKKBN Kecamatan Winongan, sekaligus menjabat sebagai Sekretaris BPD Desa Keboncandi.
Praktik double job atau rangkap jabatan yang dilakukan Azmi jelas melanggar sumpah jabatan dan aturan kepegawaian yang berlaku.
Namun ironisnya, pelanggaran itu justru diikuti dugaan penyimpangan yang lebih serius: penggelapan uang tunjangan anggota BPD.Informasi yang dihimpun menyebutkan, salah satu anggota BPD bernama Tyas tidak pernah menerima hak tunjangannya sejak tahun 2022 hingga 2024. Selama tiga tahun penuh, uang tersebut diduga ditahan oleh Azmi yang saat itu menjabat sebagai sekretaris BPD.
Kasus ini mencuat setelah sejumlah pihak mulai mempertanyakan kejanggalan peran Azmi yang memegang dua jabatan sekaligus dan mengelola keuangan internal BPD.
Saat dikonfirmasi di Kantor Kecamatan Winongan, Azmi mengakui rangkap jabatan tersebut.
“Saya akui memang saya sebagai Sekretaris BPD dan juga P3K di BKKBN. Saya diangkat P3K pada bulan Oktober 2025,” ujar Azmi.
Tak hanya itu, Azmi juga mengakui masih memegang uang tunjangan milik anggota BPD Tyas untuk tahun 2024.
“Memang uang tunjangan tahun 2024 milik Tyas masih saya bawa, nanti sore mau saya kembalikan bareng Pak Carik dan Ketua BPD,” jelasnya.
Namun pengakuan tersebut justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban.Bagaimana mungkin seorang aparatur yang sudah menerima gaji dari APBN melalui BKKBN masih menjabat dan menerima tunjangan di tingkat desa?
Bagaimana pula pertanggungjawaban atas tunjangan BPD yang tidak dibayarkan selama tiga tahun?
Dan mengapa pelanggaran rangkap jabatan ini bisa luput dari pengawasan pihak kecamatan maupun instansi terkait?
Publik kini menanti langkah tegas dari pihak berwenang untuk menindaklanjuti kasus ini secara transparan dan memberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku. Karena tanpa penegakan hukum yang konsisten, pelanggaran seperti ini akan terus mencoreng wajah pemerintahan desa dan merusak kepercayaan masyarakat. (Rief)






