Lamongan,AnkasaPost.Id-LSM DPD KPK Tipikor Kabupaten Lamongan bersama LSM HJM dan LSM Jerat kembali melakukan investigasi lapangan terkait dugaan penyimpangan pembangunan fisik di Desa Ngayung, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari investigasi sebelumnya, di mana Kepala Desa Ngayung menyatakan akan menyerahkan data pembangunan desa yang diminta LSM. Namun, pada kedatangan kedua kalinya, Kepala Desa enggan memberikan data tersebut.
Ketua DPD KPK Tipikor Lamongan, Suliono, S.H., menyampaikan bahwa kepala desa tidak memenuhi janji sebagaimana disampaikan sebelumnya.
“Saat kami datang ke kantor desa, Pak Kades tidak mau memberikan data yang sudah dijanjikan saat investigasi pertama. dia hanya menyampaikan bahwa kami dipersilakan melihat sendiri ke lapangan,” ujar Suliono.
Usai dari kantor desa, tim langsung melakukan pengecekan ke sejumlah titik berdasarkan informasi masyarakat.
Pada lokasi pertama, yakni pembangunan rabat beton di depan kantor desa, tim menemukan kondisi bangunan sudah pecah dan patah di berbagai sisi. Tidak terdapat prasasti proyek. LSM DPD KPK Tipikor menduga bangunan ini dikerjakan pada tahun 2024. Hasil pengukuran menunjukkan tebal rata-rata hanya 13 cm.
“Standarnya rabat poros desa itu 15 cm. Tapi saat kami lakukan pengukuran rata-rata hanya 13 cm. Ini tentu menimbulkan dugaan bangunan ini dikerjakan tidak sesuai dengan pagunya,” kata Suliono.
Pada lokasi kedua, rabat beton jembatan di Lak Cilik RT 04 yang menggunakan anggaran Rp 26.500.000, papan proyek mencantumkan ketebalan 20 cm dan 18 cm. Namun hasil pengukuran hanya 16–17 cm.
“Kalau melihat kualitasnya, kami menduga bangunan seperti ini hanya menghabiskan anggaran kurang lebih 8 juta saja sudah bisa dikerjakan. Ini menimbulkan pertanyaan besar,” tegasnya.
Lokasi ketiga berada di sebelah SDN Ngayung dan menuju ke lapangan. Jalan Rabat beton ini diduga dibangun tahun 2023 dan sudah mengalami banyak retak serta patah. Tebal bangunan rata-rata hanya 13–14 cm, dengan lebar 3 meter.
“Karena Kades tidak mau memberikan data maupun keterangan volume, kami patut menduga ketebalannya harusnya 15 cm. Dengan kondisi seperti ini, analisa kami, kuat dugaan bangunan ini hanya menghabiskan anggaran kurang lebih 40 juta saja,” jelasnya.
Pada lokasi keempat, drainase RT 05 dengan anggaran Rp 85.000.000, prasasti mencantumkan ketebalan 25 cm dan panjang 289 meter kanan–kiri. Namun hasil pengecekan menunjukkan ketebalan hanya sekitar 15 cm.
“Material batu kumbung pada tahun 2020 dulu masih murah. Dengan ukuran itu, kami menduga jika pada pengerjaannya dulu bangunan ini tidak sampai menghabiskan anggaran kurang lebih 30 juta,” ujar Suliono.
Pada lokasi kelima, tim menemukan pembangunan taman desa yang tidak terawat dan terkesan terbengkalai.
“Kami menduga pembangunan taman ini hanya menjadi jalan untuk markup anggaran. Bahkan kondisinya sampai ada bangkai kucing membusuk dibiarkan di lokasi. Ini menunjukan tidak ada manfaat bagi warga,” tegasnya.
Pada lokasi keenam, rabat beton di sebelah musholla yang diduga dibangun tahun 2022 juga tidak memiliki prasasti.
“Dengan kondisi seperti itu, kami menduga jika penyerapan anggaran saat melakukan pembangunan ini hanya kurang lebih 60 juta. Hal itu dikuatkan dengan tebal bangunan yang tidak rata, hasil pengukuran kami hanya 8–9 cm,” tambahnya.
Berdasarkan seluruh hasil investigasi tersebut, Suliono menyimpulkan adanya dugaan kuat penyimpangan anggaran desa.
“Dari minggu lalu hingga hari ini, temuan kami menunjukkan banyak pembangunan fisik yang diduga tidak sesuai pagu. Dugaan markup anggaran sangat kuat di Desa Ngayung,” ujarnya.
Suliono juga menyoroti APBDes 2025, di mana Desa Ngayung mendapatkan dana desa lebih dari Rp 1 miliar. Pos anggaran seperti belanja pembinaan masyarakat sebesar Rp 53 juta, penanggulangan bencana Rp 204 juta, dan penyertaan modal BUMDes Rp 213 juta dinilai janggal.
“Desa ini tidak memiliki riwayat bencana, sehingga anggaran bencana sebesar itu patut dipertanyakan. Kami menduga anggaran tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya,” tegasnya.
Selain Dana Desa, Desa Ngayung juga menerima Bantuan Khusus Provinsi sebesar Rp 500 juta dan Bantuan Keuangan Kabupaten Rp 285 juta.
“Dengan total anggaran sebesar itu, hasil pembangunan yang kami temui tidak mencerminkan penggunaan dana secara benar. Kami akan terus mengawal dan meminta aparat penegak hukum memeriksa dugaan penyimpangan ini,” tutup Suliono. [Timsuss]






