Kades Wudi Diduga Korupsi Anggaran Desa

  • Whatsapp

Lamongan,AnkasaPost.Id– LSM DPD KPK Tipikor bersama Ketua LSM HJM, didampingi kru Awak media dan berada dalam naungan Aliansi Alam Bersatu Jaya Indonesia, kembali menyoroti dugaan penyelewengan anggaran di Desa Wudi, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan, Kamis (06/11/2025)

 

Bacaan Lainnya

Investigasi ini dilakukan setelah adanya aduan dari masyarakat yang mencurigai kejanggalan dalam beberapa proyek fisik.

 

Tim investigasi saat berada di pembangunan embung.

Temuan pertama berada pada Pembangunan Embung Desa Wudi. Tim menilai konstruksi tersebut diduga hanya menghabiskan biaya kurang lebih Rp50 juta. Selain diduga tak sesuai pagu, proyek itu juga tidak dilengkapi prasasti atau papan informasi kegiatan, yang seharusnya wajib dipasang sesuai aturan keterbukaan informasi publik.

 

Tim Investigasi saat mengukur ketebalan bangunan rabat beton.

Lokasi kedua adalah pembangunan rabat beton di depan Balai Desa Wudi yang bersumber dari Dana Desa Tahun Anggaran 2025 senilai Rp200 juta. Kondisinya dinilai memprihatinkan karena banyak sisi yang retak dan patah. Hasil pengukuran ketebalan oleh Tim menunjukkan ketidaksesuaian, yakni hanya 16–17 cm, padahal diduga semestinya mencapai 20 cm. Lebar konstruksi juga tidak konsisten, berkisar antara 4 meter, 4,12 meter, bahkan ada yang kurang dari itu.

 

“Selain tidak dipasangnya papan proyek atau prasasti bangunan, rabat depan balai desa ini kami duga banyak adanya kejanggalan. Terbukti setelah kami melakukan pengukuran bangunan dan melihat kondisinya. Hal ini menjadi contoh bahwa oknum kades Wudi diduga mengerjakan secara asal-asalan,” terang Suliono, S.H.

 

Kondisi TPT.

Bangunan ketiga yang ditinjau adalah proyek Tembok Penahan Tanah (TPT) di samping gedung BUMDes. Karena tidak ada papan proyek, Tim menduga pembangunan ini merupakan bagian dari Dana Desa 2024. Namun kondisi TPT tersebut kini banyak ditemukan retak dan beberapa bagian patah.

 

“Setelah kita mengecek dan melihat kondisi bangunan TPT ini, kuat dugaan Kades Wudi menyelewengkan anggaran,” tuturnya.

 

Objek keempat yang disorot adalah bangunan ruko milik BUMDes Wudi. Kondisinya tertutup dan terkesan mangkrak karena tidak terlihat adanya aktivitas. Tim juga mencurigai adanya tambahan anggaran rutin untuk BUMDes setiap tahun, namun diduga tidak terealisasi secara jelas.

 

“Gedung BUMDes Wudi tersebut kondisinya mangkrak, kami menduga Kades Wudi membangun BUMDes hanya untuk mencari keuntungan pribadi,” tegas Ketua LSM HJM, Sukadi, S.H.

 

Prasasti pembangunan TPT di Desa Wudi yang sumber anggarannya dari Hibah Provinsi.

 

Kondisi TPT.

Lokasi kelima berada di depan MA Ma’arif Sambeng, berupa bangunan TPT yang menggunakan dana hibah Provinsi Jawa Timur. Pada papan nama proyek tidak tercantum volume dan nilai anggaran.

 

“Yang kami curigai dan janggal pada bangunan ini, tidak tertulis volumenya dan anggarannya. Yang kami duga bangunan ini rawan terjadi penyalahgunaan anggaran, kami mohon untuk inpektorat provinsi untuk mengecek bangunan ini. Kami dari LSM HJM juga akan melaporkan temuan ini kepada pihak berwajib,” ujar Sukadi.

 

Informasi dari narasumber menyebut pengerjaan proyek yang didanai hibah ini dilakukan oleh Pokmas Maju Bersama, namun diduga dikendalikan oleh Kades Wudi.

 

“Kami mendapatkan informasi dari narasumber bahwa untuk pekerjaan yang dikerjakan oleh Pokmas Maju Bersama ada keterlibatan dengan Kepala Desa Wudi, dalam arti yang mendapat bantuan ini adalah pokmas tapi yang mengendalikan ini adalah Kepala Desa Wudi, dan dugaannya untuk anggaran ini kenapa kok tidak dicantumkan, karena ini mempunyai misi untuk menyembunyukan dan mendapatkan keuntungan pribadi oknum bersangkutan,” sambung Suliono.

 

Tim Investigasi saat melakukan pengukuran bangunan rabat beton.

Investigasi berlanjut ke lokasi keenam, rabat beton yang diduga dibangun tahun 2023. Menurut warga, sejak awal proyek ini tidak memasang papan nama kegiatan maupun prasasti.

 

“Informasinya bangunan ini memang tidak dipasang (papan proyek) dan disini juga kita tidak menemukan prasasti, hal ini sudah sangat jelas menyalahi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Tapi yang jelas bangunan ini kondisinya sudah sangat buruk sekali, bangunan sudah patah. Saat kami lakukan pengukuran bangunan bangunan ini memiliki ketebalan yang tidak rata, ada yang 12 ada yang 14 dan ada yang 16 centi, kami menduga untuk RAB bangunan ini harusnya memiliki tebal 20 centimeter,” ungkap Suliono.

 

Tim Investigasi saat berada di pembangunan JUT.

Pada lokasi ketujuh, Tim mengecek pembangunan Jalan Usaha Tani (JUT) di wilayah perbatasan Desa Kedungbanjar, dengan anggaran Rp200 juta. Warga menyebut JUT tersebut justru berada di wilayah Desa Kedungbanjar, bukan Desa Wudi.

 

“Hasil cek lokasi pekerjaan, mulai dari tebal, dan tinggi JUT diduga tidak sesuai. Dibuktikannya pada bagian tengah pekerjaan tumbuh rumput-rumput liar yang menandakan tebalnya sangat tipis,” jelas Sukadi, S.H.

 

Papan APBDes yang dipasang Pemdes Wudi, dimana rincian anggaran pembangunan hanya seukuran semut.

Suliono mengatakan hampir seluruh proyek fisik di Desa Wudi menunjukkan kejanggalan.

 

“Seperti pekerjaan JUT yang ada diperbatasan dengan Desa Kedungbanjar, itu sudah lama dibangun oleh Kades Wudi, rencanaya memakai anggaran BK tahun 2023 namun sampai 2024 anggaran BK tidak cair, jadi terkait bangunan JUT tersebut akhirnya menggunakan anggaran dana desa 2025, yang menjadikan pertanyaan besar, lokasi pembangunannya berada di wilayah Desa Kedungbanjar tapi kenapa dibangun oleh pihak Desa Wudi,” katanya.

 

Terkait pembangunan TPT di dekat MA Ma’arif Sambeng, narasumber menyebut proyek tersebut milik Pokmas, namun diduga dikerjakan oleh kepala desa.

 

“Untuk bangunan yang lain kami menduga syarat akan markup yang diduga dilakukan oleh oknum kepala desa Wudi,” ungkapnya.

 

Suliono juga menyoroti buruknya infrastruktur jalan di Desa Kedungbanjar yang menjadi akses utama warga.

 

“Masyarakat desa kedungbanjar ini merasa sedih, karena jalannya rusak dari jaman Belanda tidak ada tindakan yang dilakukan oleh Kepala Desa, karena jalan ini menjadi satu-satunya akses bagi warga untuk keluar desa dengan melewati Desa Wudi. Karena ini merupakan jalan perbatasan, Jika Desa Wudi tidak mau melakukan pembangunan jalan, sampai kapanpun warga Kedungbanjar tidak akan bisa merasakan akses jalan yang mulus,” ungkap Suliono.

 

Sukadi pun meminta pemerintah daerah hingga pusat turun tangan membantu warga Kedungbanjar.

 

“Karena jalan ini masih milik Desa Wudi kami memohon kepada pemangku kebijakan, mulai dari kabupaten, provinsi dan nasional agar memperhatikan akses jalan satu-satunya untuk menuju desa Kedungbanjar ini,” tutup Sukadi.

 

Suliono menyebut pihaknya sudah mendatangi kantor desa Wudi namun Kepala Desa sedang tidak ada ditempat.

 

“Kami meminta perangkat Desa untuk ditelfonkan, dan kades menjawab jika sedang ada acara di Kabupaten. Maka dari itu, kami yang tergabung dalam Aliansi Alam Bersatu Jaya akan melayangkan surat untuk audiensi di kantor Kecamatan Sambeng,pungkasnya (team)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *