Laporan Sejumlah Aktivis Atas Dugaan Pelanggaran Kontrak Politik Jelang Pilbup Di Terima Langsung Ketua Bawaslu Kabupaten Pasuruan

  • Whatsapp

Pasuruan, Ankasapost.id, Sejumlah aktivis dari berbagai elemen melakukan sebuah langkah tegas dengan melaporkan dugaan pelanggaran kontrak politik antara bakal calon Bupati Pasuruan, H.M. Rusdi Sutejo, dan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Pasuruan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Pasuruan. Selasa (03/09/2024)

 

Bacaan Lainnya

Dalam laporan tersebut mereka menyoroti beberapa aspek krusial yang dianggap telah melanggar prinsip-prinsip demokrasi, netralitas, dan ketentuan hukum yang berlaku.

 

Musa Abidin ketua DPD LSM Generasi rakyat hebat (GERAH) salah satu elemen pelapor  menjelaskan bahwa kontrak politik yang dimaksud memiliki potensi pelanggaran serius terhadap UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, terutama pada Pasal 51 yang mengharuskan perangkat desa untuk bersikap netral dalam pelaksanaan pemilukada. “Dengan adanya komitmen yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) untuk mendukung H.M. Rusdi Sutejo dalam Pilkada, PPDI Kabupaten Pasuruan telah melanggar netralitas yang diwajibkan oleh undang-undang,” jelas Musa.

 

Selain itu, laporan ini menyinggung aspek yang lebih kompleks dan mendalam, yaitu potensi gratifikasi yang dapat muncul dari implementasi kontrak politik tersebut. Musa Abidin dengan tegas menekankan bahwa janji-janji tunjangan, siltap ke-13, serta dana hibah kepada perangkat desa jika calon terpilih dapat dikategorikan sebagai gratifikasi politik, yang bertentangan dengan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Upaya-upaya berupa pemberian janji-janji kepada aparatur pemerintahan desa semacam ini tidak hanya menciptakan ketidakadilan dalam proses pemilihan tetapi juga mengarah pada degradasi kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintahan,” tambah Musa.

 

Sementara itu, implikasi hukum yang mungkin timbul dari dugaan pelanggaran ini juga termasuk pelanggaran serius. Berdasarkan Pasal 53 UU No. 6 Tahun 2014, perangkat desa yang terbukti melanggar netralitas dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran hingga pemberhentian. Lebih jauh lagi, didalam MoU tersebut terdapat kesepakatan untuk memperkenalkan dan mensosialisasikan Sdr. Rusdi Sutejo dapat dianggap sebagai bentuk kammpanye. Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur bahwa keterlibatan perangkat desa dalam kampanye politik dapat dikenai sanksi pidana, dengan ancaman kurungan hingga enam bulan dan denda, serta dapat berujung pada pembatalan hasil Pilkada jika ditemukan adanya pelanggaran sistematis.

 

Pelanggaran ini tidak berhenti hanya pada aspek netralitas. Musa Abidin lebih lanjut menguraikan bagaimana kontrak tersebut juga berpotensi melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPDI yang secara jelas mengatur bahwa anggotanya harus menjunjung tinggi netralitas dalam politik praktis. “Dalam konteks ini, kontrak politik tersebut jelas-jelas tidak hanya merusak integritas organisasi tetapi juga menciptakan preseden buruk bagi penegakan nilai-nilai etis di tingkat pemerintahan desa,” tegas Musa.

 

Musa Abidin menekankan bahwa pelaporan ini bukan sekadar upaya reaktif, tetapi merupakan langkah proaktif untuk menjaga keadilan dan integritas dalam pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Pasuruan. “Kami tidak hanya berharap Bawaslu segera mengambil tindakan tegas, tetapi juga mendorong Bawaslu Kab. Pasuruan untuk menyelidiki lebih dalam kemungkinan adanya gratifikasi dalam perjanjian ini, dan hasil pengembangan dari penyidikan dari dugaan unsur gratifikasi tersebut dapat direkomendasikan kepada pihak berwenang untuk menangani upaya hukum lebih lanjut. Pungkasnya Musa

 

Dengan demikian, pelaporan tersebut tidak hanya bertujuan untuk menegakkan aturan, tetapi juga untuk mengingatkan semua pihak akan pentingnya menjaga netralitas dan transparansi dalam proses demokrasi. Aktivis berharap agar kasus ini dapat menjadi refleksi bagi seluruh elemen masyarakat dan pemangku kepentingan agar lebih waspada terhadap praktik-praktik yang berpotensi merusak tatanan demokrasi dan kepercayaan publik. Di tengah dinamika politik yang terus berkembang, menjaga integritas adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar.

 

(Panglima)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *